A. Modifikasi atau
Pengembangan Kurikulum dalam Pendidikan Inklusif
Modifikasi kurikulum yakni kurikulum siswa rata-rata atau regular
disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan atau potensi ABK. Modifikasi
kurikulum ke bawah diberikan kepada peserta didik tunagrahita dan modifikasi
kurikulum ke atas untuk peserta didik gifted and talented. Modifikasi
kurikulum ini dilakukan terhadap alokasi waktu, isi atau materi kurikulum,
proses belajar-mengajar, sarana prasarana, lingkungan belajar, dan pengelolaan
kelas.
Dalam pendidikan
inklusif, kurikulum yang digunakan adalah kurikulum sekolah regular atau
kurikulum nasional yang dimodifikasi sesuai dengan tahap perkembangan anak
berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat
kecerdasannya. Kurikulum nasional terdiri dari 3 model yaitu model kurikulum
regular, model kurikulum regular dengan modifikasi dan model kurikulum Program
Pembelajaran Individual (PPI).
Dalam melakukan
modifikasi atau pengembangan kurikulum, tidak serta merta sesuka hati untuk
melakukannya. Namun terdapat landasan – landasan dalam pengembangan dan
implementasi kurikulum dalam program inklusif, antara lain yaitu:
1.
Undang – Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya pada pasal 5 ayat
(1), (2), (3) dan (4), pasal 6 ayat (1), pasal 12 ayat (1.b), pasal 36 ayat (2)
dan penjelasan pasal 15.
2.
Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, khususnya pada Pasal 1 ayat (13) dan (15) dan pasal 17 ayat (1)
.
3.
Peraturan Mendiknas Nomor
22 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah.
4.
Peraturan Mendiknas
Nomor 23 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
5.
Peraturan Mendiknas
Nomor 24 Tahun 2006 tanggal 2 Juni 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Mendiknas
Nomor 22 dan Nomor 23 Tahun 2006.
B. Tujuan Modifikasi atau
Pengembangan Kurikulum dalam Pendidikan Inklusif
Tujuan
modifikasi atau pengembangan kurikulum dalam pendidikan inklusif, yaitu:
1.
Membantu peserta didik
dalam mengembangkan potensi dan mengatasi hambatan belajar yang dialami
semaksimal mungkin dalam setting sekolah inklusif
2.
Membantu guru dan
orangtua dalam mengembangkan program pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan
khusus baik yang diselenggarakan di sekolah maupun di rumah.
3.
Menjadi pedoman bagi
sekolah, dan masyarakat dalam mengembangkan, menilai dan menyempurnakan program
pendidikan inklusif.
C. Pelaksanaan
Modifikasi atau Pengembangan Kurikulum dalam Pendidikan Inklusif
Modifikasi atau pengembangan
kurikulum pendidikan inklusif dapat dilakukan oleh Tim Pengembang Kurikulum
yang terdiri atas guru-guru yang mengajar di kelas inklusi bekerja sama dengan
berbagai pihak yang terkait, terutama guru pembimbing khusus (guru Pendidikan
Luar Biasa) yang sudah berpengalaman mengajar di Sekolah Luar Biasa, dan ahli
Pendidikan Luar Biasa (Orthopaedagog), yang dipimpin oleh Kepala Sekolah Dasar
Inklusi (Kepala SD Inklusi) dan sudah dikoordinir oleh Dinas Pendidikan.
Modifikasi atau
pengembangan pengembangan kurikulum dalam pendidikan inklusif dilaksanakan
dengan:
1.
Modifikasi alokasi
waktu
Modifikasi
alokasi waktu disesuaikan dengan atau mengacu pada kecepatan belajar siswa. Misalnya
materi pelajaran (pokok bahasan) tertentu dalam kurikulum reguler (Kurikulum
Sekolah Dasar) diperkirakan alokasi waktunya selama 6 jam, maka modifikasi
alokasi waktu untuk pendidikan inklusif dapat dilakukan dengan:
a.
Untuk anak berkebutuhan
khusus yang memiliki inteligensi di atas normal (anak berbakat) dapat
dimodifikasi menjadi 4 jam.
b.
Untuk anak berkebutuhan
khusus yang memiliki inteligensi relatif normal dapat dimodifikasi menjadi
sekitar 8 jam.
c.
Untuk anak berkebutuhan
khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal (anak lamban belajar) dapat
dimodifikasi menjadi 10 jam, atau lebih; dan untuk anak tunagrahita menjadi 18
jam, atau lebih; dan seterusnya.
2.
Modifikasi isi atau materi
Modifikasi isi
atau materi dalam pendidikan inklusif dapat dilakukan dengan:
a.
Untuk anak berkebutuhan
khusus yang memiliki inteligensi di atas normal, materi dalam kurikulum sekolah
reguler dapat digemukkan (diperluas dan diperdalam) dan/atau ditambah materi
baru yang tidak ada di dalam kurikulum sekolah reguler, tetapi materi tersebut
dianggap penting untuk anak berbakat.
b.
Untuk anak berkebutuhan
khusus yang memiliki inteligensi relatif normal materi dalam kurikulum sekolah
reguler dapat tetap dipertahankan, atau tingkat kesulitannya diturunkan
sedikit.
c.
Untuk anak berkebutuhan
khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal (anak lamban
belajar/tunagrahita) materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat dikurangi
atau diturunkan tingkat kesulitannya seperlunya, atau bahkan dihilangkan bagian
tertentu.
Modifikasi
kurikulum dalam isi atau materi ini dapat meliputi penyesuaian Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK – KD). Berdasarkan hasil penelitian (A.Salim
Choiri, dkk, 2008), telah berhasil memodifikasi standar kompetensi dan
kompetensi dasar lima mata pelajaran, meliputi Mata Pelajaran PKN, Bahasa
Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS untuk SD/MI. Masing-masing SK KD ke lima
mata pelajaran SD/MI tersebut, dikaji berdasarkan substansi keilmuan dan
kemudian dilakukan pengurangan pada bagian-bagian tertentu untuk disesuaikan
dengan kemampuan dan hambatan yang dialami anak tingkat ringan dan sedang.
Hasil modifikasi isi kurikulum secara
singkat tersaji dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1:
Ringkasan Hasil Modifikasi SK-KD Untuk Anak Dengan
Hambatan Belajar Ringan
Mata Pelajaran
|
SK-KD Lama
|
SK-KD Modifikasi
|
Prosentase
|
Bahasa
Indonesia
|
SK 48 buah
KD 122 buah
|
SK 48 buah
KD 97 buah
|
79.56%
|
I P A
|
Sk : 42 Buah
Kd: 120 Buah
|
Sk : 42 Buah
Kd: 95 Buah
|
79.1%
|
I P S
|
SK 13 buah
KD 48 buah
|
SK 13 buah
KD 38 buah
|
79,16%
|
PKN
|
SK 24 buah
KD 58 buah
|
SK 24 buah
KD 47 buah
|
81,034%
|
Matematika
|
SK 36 Buah
KD 123 Buah
|
SK 36 Buah
KD 98 Buah
|
79,67%
|
Tabel 2:
Ringkasan Hasil Modifikasi SK-KD Untuk Anak Dengan
Hambatan Belajar Sedang
Mata Pelajaran
|
Sk-Kd Lama
|
Sk-Kd Modifikasi
|
Prosentase
|
Bahasa
Indonesia
|
SK 48 buah
KD 122 buah
|
SK 48 buah
KD 72 buah
|
59.01%
|
I P A
|
Sk : 42 Buah
Kd: 120 Buah
|
Sk : 42 Buah
Kd: 77 Buah
|
64,1%
|
I P S
|
SK 13 buah
KD 48 buah
|
SK 13 buah
KD 28 buah
|
58.3%
|
PKN
|
SK 24 buah
KD 58 buah
|
SK 24 buah
KD 36 buah
|
62.067%
|
Matematika
|
Sk 36 Buah
Kd 123 Buah
|
SK 36 Buah
KD 80 Buah
|
65%
|
Standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang ada dalam kurikulum modifikasi akan
menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, dengan
mempertimbangkan kemampuan individual peserta didik. Hasilnya dituangkan dalam
IEP atau PPI yang dikembangkan oleh Guru Pendidikan Khusus (GPK) serta petugas
lain yang terkait.
3.
Modifikasi proses
belajar – mengajar
Modifikasi
proses belajar – mengajar dalam pendidikan inklusif dapat dilakukan dengan:
a.
Mengembangkan proses
berfikir tingkat tinggi, yang meliputi analisis, sintesis, evaluasi, dan
problem solving, untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di
atas normal;
b.
Menggunakan pendekatan
student centerred, yang menekankan perbedaan individual setiap anak;
c.
Proses belajar –
mengajar yang lebih terbuka (divergent);
d.
Memberikan kesempatan
mobilitas tinggi, karena kemampuan siswa di dalam kelas heterogen, sehingga
mungkin ada anak yang saling bergerak kesana-kemari, dari satu kelompok ke
kelompok lain.
e.
Menerapkan pendekatan
pembelajaran kompetitif seimbang dengan pendekatan pembelajaran kooperatif. Melalui
pendekatan pembelajaran kompetitif anak dirangsang untuk berprestasi setinggi
mungkin dengan cara berkompetisi secara fair. Melalui kompetisi, anak akan
berusaha seoptimal mungkin untuk berprestasi yang terbaik, “aku-lah sang
juara”!
Namun, dengan pendekatan
pembelajaran kompetitif ini, ada dampak negatifnya, yakni mungkin “ego”-nya akan
berkembang kurang baik. Anak dapat menjadi egois. Untuk menghindari hal ini,
maka pendekatan pembelajaran kompetitif ini perlu diimbangi dengan pendekatan
pembelajaran kooperatif.
Melalui pendekatan pembelajaran
kooperatif, setiap anak dikembangkan jiwa kerjasama dan kebersamaannya. Mereka
diberi tugas dalam kelompok, secara bersama mengerjakan tugas dan
mendiskusikannya. Penekanannya adalah kerjasama dalam kelompok, dan kerjasama
dalam kelompok ini yang dinilai. Dengan cara ini sosialisasi anak dan jiwa
kerjasama serta saling tolong menolong akan berkembang dengan baik. Dengan
demikian, jiwa kompetisi dan jiwa kerjasama anak akan berkembang harmonis.
f.
Disesuaikan dengan
berbagai tipe belajar siswa (ada yang bertipe visual; ada yang bertipe
auditoris; ada pula yang bertipe kinestetis).
Tipe visual, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera penglihatan.Tipe auditoris, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera pendengaran.Tipe kinestetis, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera perabaan/gerakan.Guru hendaknya tidak monoton dalam mengajar sehingga hanya akan menguntungkan anak yang memiliki tipe belajar tertentu saja.
Tipe visual, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera penglihatan.Tipe auditoris, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera pendengaran.Tipe kinestetis, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera perabaan/gerakan.Guru hendaknya tidak monoton dalam mengajar sehingga hanya akan menguntungkan anak yang memiliki tipe belajar tertentu saja.
4.
Modifikasi sarana dan
prasarana
Modifikasi
sarana dan prasarana dalam pendidikan inklusif dapat dilakukan dengan
menyediakan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan masing – masing anak
dengan mempertimbangkan karakteristik (ciri – ciri) dan tingkat kecerdasannya.
5.
Modifikasi lingkungan
belajar
Modifikasi
lingkungan belajar dalam pendidikan inklusif dapat dilakukan dengan proses
belajar – mengajar yang tidak selalunya dilakukan di dalam ruangan kelas, bisa
dilakukan di luar ruangan kelas.
6.
Modifikasi Pengelolaan
kelas
Modifikasi pengelolaan kelas dalam
pendidikan inklusif dapat dilakukan dengan memodifikasi penataan ruangan kelas
misalnya dengan peletakkan perlengkapan kelas, hiasan di kelas, alat peraga dan
lain – lain. Modifikasi ini dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan anak
sesuai dengan karakteristik (ciri – ciri) dan tingkat kecerdasan anak.
Kesimpulan
1.
Modifikasi kurikulum yakni kurikulum siswa rata-rata atau
regular disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan atau potensi ABK dengan
mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya.
2.
Tujuan modifikasi atau
pengembangan kurikulum, yaitu membantu peserta didik dalam mengembangkan
potensi dan mengatasi hambatan belajar yang dialami semaksimal mungkin dalam
setting sekolah inklusif, membantu guru dan orangtua dalam mengembangkan
program pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus baik yang
diselenggarakan di sekolah maupun di rumah dan menjadi pedoman bagi sekolah,
dan masyarakat dalam mengembangkan, menilai dan menyempurnakan program
pendidikan inklusif.
3.
Pengembangan kurikulum
dilaksanakan dengan modifikasi alokasi waktu, modifikasi isi atau materi, modifikasi
kurikulum dalam isi atau materi ini yang dapat berupa penyesuaian Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK – KD), modifikasi proses belajar – mengajar,
modifikasi sarana dan prasarana, modifikasi lingkungan belajar dan modifikasi
Pengelolaan kelas.
Saran
Bagi para pendidik maupun calon
pendidik, hendaknya dapat melakukan modifikasi kurikulum sesuai dengan
kebutuhan anak dengan mempertimbangkan karakteristik (ciri – ciri) dan tingkat
kecerdasannya, khususnya untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) pada pendidikan
inklusif agar ABK
agar mereka tidak mengalami hambatan dalam pembelajaran yang dilaksanakan di
pendidikan inklusif.