Dalam mengarungi bahtera rumah tangga
yang mesti ada saja hempasan ombak dan terpaan badai, sepasang suami
istri selalu butuh nasihat agar mereka selamat membawa bahtera mereka
sampai ke dermaga kebahagiaan /akhirat.
Keduanya butuh untuk selalu diingatkan
dan hendaknya tak jemu-jemu mendengarkan nasihat/peringatan walaupun
sudah pernah mengetahui apa yang dinasihatkan tersebut.
Uraian Umum:
Jika isterimu adalah seorang wanita
Islam, muslimah yang taat kepada Allah dan Rasulnya serta takut akan
adzab Allah, Saya yakin Isterimu pasti akan sangat mengerti dan paham
dengan uraian dibawah ini:
Suami tidak perhatian, selingkuh, sakit
hati dengan perkataan atau perbuatan suami, penghasilan kurang, suasana
rumah tidak menyenangkan biasanya dijadikan alasan untuk melegalkan atau
membenarkan tindakan seorang istri meninggalkan suaminya dengan pergi
menginap ke tempat lain (teman, saudara, kantor, ortu dll) dengan
harapan dapat menyelesaikan masalah atau hanya memberi pelajaran kepada
suami agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. Tidakan isteri
meninggalkan suami ini sering dianggap ringan atau sepele oleh sebagian
wanita yang tidak mengerti hukum islam tapi jika tindakan ini dilakukan
terhadap seorang pria muslim yang paham hukum agama akan sangat fatal
dan berat akibatnya karena agama Islam melarang dengan keras hal
tersebut.
Isteri
meninggalkan rumah tidak akan menyelesaikan masalah justru akan
memperberat masalah, suami akan mempunyai kesan istri lari dari tanggung
jawab kewajiban sebagai isteri, membuat suami menjadi sakit hati
sehingga menjadi ringan untuk menceraikannya serta menambah fitnah bagi
diri sendiri dan suaminya. Apalagi jika isteri pergi meninggalkan
rumah karena dimarahi suami yang menasehatinya sungguh sangat berdosa
karena perbuatan isteri ini akan di laknat oleh Allah dan malaikatpun
memarahinya (lihat Hadits Riwayat Abu Dawud dibawah).
Setan selalu berusaha untuk membujuk dan
mengajak manusia untuk berbuat sesuatu yang tidak diridhoi Allah dan
RasulNya. Setan bernama Dasim tugasnya
membujuk seorang isteri agar tidak taat kepada suami dan mempengaruhi
seorang isteri agar pergi meninggalkan rumah dengan berbagai alasan
untuk membenarkan perbuatan diatas meskipun sudah jelas bahwa perbuatan
tersebut dilarang oleh Quran dan Hadits. Alasan sakit hati
karena perbuatan / perkataan suami, yang kadang dijadikan alasan isteri
untuk membenarkan tindakan meninggalkan rumah dan suami. Seringkali ada
Pihak ketiga (PIL) yang kadang menjadikan seorang isteri semangat
meninggalkan suami meskipun tidak semuanya demikian.
Penjelasan:
Pada Intinya seorang isteri tidak boleh
meninggalkan rumah tanpa izin suaminya, jadi meskipun dinasehati dan
kurang diperhatikan suami saat isteri dalam keadaan sakit bukan berarti
bisa melanggar aturan Allah . Orang sakit kurang makan bukan berarti dia
boleh mencuri makanan karena mencuri adalah dosa apapun alasannya.
Begitu juga sakit yang diberikan oleh Allah kepada seorang isteri
sebagai pemberi peringatan dari Allah bukan berarti seorang istri boleh
menyakiti hati suami dengan pergi meninggalkan rumah dan meninggalkan
suaminya.
Istri yang pergi dari rumah, meninggalkan
suami menginap di tempat lain dan meninggalkan suaminya dalam keadaan
marah sedangkan suami tidak ridho apapun alasannya, bagi wanita yang
mengerti hukuman Allah sangat berat pasti akan sangat menyesal dan tidak
akan pernah berani satu kalipun melakukannya karena jika seorang Isteri
pergi meninggalkan rumah dan suaminya artinya :
1. Isteri tersebut bukan seorang wanita yang baik .
Isteri meninggalkan suami atau pergi
tanpa izin suami bukanlah termasuk golongan wanita yang baik karena
isteri yang baik akan menghormati pemimpinnya (suaminya). Pemimpin rumah
tangga dalam Islam adalah suami bukan Isteri karena Suami mempunyai
kedudukan setingkat lebih tinggi dari isterinya. dan yang paling penting
adalah suami telah memberi makan maupun tempat tinggal bagi isterinya
jadi sudah sewajarnya jika isteri berkewajiban untuk taat pada suaminya
selama suami menyuruh dalam kebaikan (bukan kemaksiatan) Firman Allah
dalam surat An Nisa’ ayat 34 dan Al Baqoroh ayat 228:
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,
oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas
sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka Wanita yang
saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya
tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi
lagi Maha Besar. (QS. An-Nisa 34)
Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana “ Surat Al Baqarah ayat 228
Seorang isteri yang pergi meninggalkan
rumah tanpa izin suami dengan alasan apapun dan dalam kepergiannya tidak
bermaksiatpun tetap saja termasuk wanita tidak baik (pembangkang)
apalagi jika dia pergi dengan berpakaian yang tidak sopan seperti wanita
pada jaman Jahiliyah
Dan Surat Al Ahzab ayat 33 yaitu :
Menetaplah di rumah kalian
( para wanita ), dan jangan berdandan sebagaimana dandanan
wanita-wanita jahiliyah. Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan
patuhilah ( wahai para wanita) Allah dan rasul-Nya.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasalaam : “Barangsiapa yg taat kepadaku maka ia telah taat kepada
ALLAH, dan barangsiapa yg tidak taat kepadaku maka berarti tidak taat
kepada ALLAH. Barangsiapa yg taat kepada Pimpinan (Islami) maka berarti
ia telah taat kepadaku, dan barangsiapa yg tidak taat kepada pimpinan
(islami) maka berarti ia telah tidak taat kepadaku.”HR Bukhari, kitab al-Jihad, bab Yuqatilu min Wara’il Imam, juz-IV, hal.61
Jika seorang suami karena suatu
hal (Penghasilan kurang, PHK, Kecelakaan dll) suami menjadi kurang /
tidak dapat memberikan kewajibannya terhadap isteri bukan berarti isteri
boleh meninggalkan rumah, karena memang tidak ada hukum Islam yang
membolehkan seorang Isteri meninggalkan rumah tanpa izin karena faktor
tersebut, karena jika suami tidak dapat melakukan kewajibannya maka
gugatan cerai pada suami adalah jalan terbaik bukan malah pergi
meninggalkan rumah atau suaminya
2. Isteri meninggalkan rumah tanpa izin suami akan dilaknat oleh Allah dan dimarahi oleh para Malaikat.
Sabda Rasullullah Shalallahu ‘alaihi wasalaam :
”Hak suami terhadap isterinya adalah isteri
tidak menghalangi permintaan suaminya sekalipun semasa berada di atas
punggung unta , tidak berpuasa walaupun sehari kecuali dengan izinnya,
kecuali puasa wajib. Jika dia tetap berbuat demikian, dia
berdosa dan tidak diterima puasanya. Dia tidak boleh memberi, maka
pahalanya terhadap suaminya dan dosanya untuk dirinya sendiri. Dia tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Jika dia berbuat demikian, maka Allah akan melaknatnya dan para malaikat memarahinya kembali , sekalipun suaminya itu adalah orang yang alim.” (Hadits riwayat Abu Daud Ath-Thayalisi daripada Abdullah Umar)
3. Isteri meninggalkan suami
sama saja dengan menjerumuskan dirinya sendiri ke neraka karena suami
berperan apakah isterinya layak masuk surga atau neraka.
Isteri pergi meninggalkan suami artinya
dia tidak taat kepada suaminya padahal jika seorang isteri tahu bahwa
taat pada suami bisa mengantar dia ke surga pastilah dia akan menyesal
melakukan hal itu sesuai dengan hadist Rasullullah Shallallahu ‘alaihi
wassalaam :
Dari Husain bin Muhshain dari bibinya berkata: “Saya
datang menemui Rasulullah Shallallahu’alaihi wasalaam. Beliau lalu
bertanya: “Apakah kamu mempunyai suami?” Saya menjawab: “Ya”. Rasulullah
bertanya kembali: “Apa yang kamu lakukan terhadapnya?” Saya menjawab:
“Saya tidak begitu mempedulikannya, kecuali untuk hal-hal yang memang
saya membutuhkannya”. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasalaam bersabda
kembali: “Bagaimana kamu dapat berbuat seperti itu, sementara suami kamu
itu adalah yang menentukan kamu masuk ke surga atau ke neraka” (HR. Imam Nasai, Hakim, Ahmad dengan Hadits Hasan).
4. Memusuhi suami sama saja dengan memusuhi Allah.
Seorang isteri yang meninggalkan suami
dan memusuhi suaminya padahal suami baik pada isterinya. Sangatlah tidak
mungkin masuk surga karena Bagaimana mungkin seorang isteri berharap
masuk surga jika Allah memusuhinya. Bahkan jika sampai suami terluka
hati / fisiknya maka Allah dan Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wasallaam
akan memisahkan diri dari isteri tersebut. Hal ini dijelaskan dalam Hadist Rasullullah Shallallahu’alaihi wasallaam :
“Tidaklah istri menyakiti suami di dunia kecuali ia bicara pada suami dengan mata yang berbinar, janganlah sakiti dia (suami), agar Allah tidak memusuhimu, jika suamimu terluka maka dia akan segera memisahkanmu kepada Kami (Allah dan Rasul)”. HR. Tirmidzi dari Muadz bin Jabal.
“Tidaklah istri menyakiti suami di dunia kecuali ia bicara pada suami dengan mata yang berbinar, janganlah sakiti dia (suami), agar Allah tidak memusuhimu, jika suamimu terluka maka dia akan segera memisahkanmu kepada Kami (Allah dan Rasul)”. HR. Tirmidzi dari Muadz bin Jabal.
5. Isteri meninggalkan suami tidak ada nafkah baginya dan layak mendapat azab.
Seorang Ulama dan pemikir Islam yang
sangat terkenal akan kecerdasannya dan sangat dikagumi oleh para ulama
pada waktu itu, penghafal Quran dan Ribuan Hadits, ahli Tafsir dan Fiqh
dari Harran, Turki yaitu Ibnu Taimiyah sampai berkata: “Jika isteri keluar rumah suami tanpa seijinnya maka tidak ada hak nafkah dan pakaian”. Tidak
dihalalkan bagi isteri untuk keluar dari rumah suaminya kecuali dengan
ijinnya (suami),Dan apabila ia keluar dari rumah suaminya tanpa
seijinnya maka ia telah berbuat nusyuz (durhaka) bermaksiat kepada Allah
dan Rasul-Nya dan ia layak mendapat adzab.”
Ibnu Taimiyah (1263-1328) adalah
orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang
telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi
segala larangan-Nya. Ia pernah berkata: ”Jika dibenakku sedang berfikir
suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang muskil bagiku,
maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai
dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan
baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku
untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.”
6. Taat kepada suami pahalanya seperti Jihad di jalan Allah
Jika seorang isteri taat kepada suaminya
serta tidak pergi meninggalkan suami maka pahalanya sama dengan jihad di
jalan Allah. Perhatikan hadist berikut: Al- Bazzar dan At Thabrani meriwayatkan bahwa seorang wanita pernah datang kepada Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wassalaam berkata : “
Aku adalah utusan para wanita kepada engkau untuk menanyakan : Jihad
ini telah diwajibkan Allah kepada kaum lelaki, Jika menang mereka diberi
pahala dan jika terbunuh mereka tetap diberi rezeki oleh Rabb mereka,
tetapi kami kaum wanita yang membantu mereka , pahala apa yang kami
dapatkan? Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallaam menjawab :” Sampaikan
kepada wanita yang engkau jumpai bahwa taat kepada suami dan mengakui haknya itu adalah sama dengan pahala jihad di jalan Allah, tetapi sedikit sekali di antara kamu yang melakukanya.
Jadi akan sangat tidak mungkin bagi
seorang isteri yang mengaku mengerti hukum agama Islam tapi pergi
meninggalkan tanggung jawab sebagai isteri meninggalkan suaminya dari
rumah.
Oleh karena itulah sangatlah penting
untuk memilih istri yang mengerti akan hukum agama dan memilih isteri
itu bukan karena kecantikan atau hartanya tapi dipilih karena agamanya
agar selamat tidak terjerumus kedalam panasnya Api neraka. Sabda
Rasullullah Shallallahu’alaihi wasallaam :“Wanita itu dinikahi karena: hartanya, kecantikannya, keturunannya dan agamanya. maka pilihlah agamanya agar kamu selamat” Hadits Shahih Bukhari.
“Dunia adalah kesenangan dan sebaik-baik kesenangan di dunia adalah isteri yang baik (sholehah) ” Hadits Shahih Muslim.
Lebih mulia seorang wanita memberi
nasehat atau berbicara dari hati ke hati dengan suami bukan kepada orang
lain jika terjadi ketidakadilan pada dirinya daripada langsung pergi
meninggalkan suaminya . Seorang isteri yang benci terhadap suaminya dan
memang berniat meninggalkan suami supaya di cerai dan kemudian berharap
memperoleh pasangan pengganti atau sudah ada pengganti yang lebih baik
menurut dirinya, jelas sekali wanita itu digoda setan agar wanita ini
melihat lelaki lain lebih menarik dari suaminya sehingga timbul rasa
bosan, cekcok dll dan akhirnya berbuntut pada perceraian.
Allah Subhanahu wata’ala telah
mengingatkan kita agar tidak membenci atau menyukai sesuatu padahal kita
tidak tahu rahasia dibalik itu, dalam Al Baqoroh ayat 216 : “Boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi
(pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”
Saya lanjutkan, Usaha setan bisa
dikatakan sukses besar bila berhasil menjadikan wanita itu cerai dan
berpredikat janda karena wanita ini akan lebih mudah digoda sebab tidak
ada yang menjaganya (suami) . Wanita ini akan merasa bebas tidak ada
ikatan, lebih nyaman karena tidak ada yang mengontrol (suami),
selanjutnya jika tidak kuat imannya (kebanyakan tidak kuat) akan timbul
banyak fitnah dan dosa bagi wanita itu di kemudian hari. Godaan setan
akan lebih kuat pada saat janda karena faktor alami kebutuhan batin
selain itu akan banyak lelaki yang merayu yang memanfaatkan kondisi
janda sehingga menyeret wanita itu dalam lembah dosa yang tiada
berkesudahan sampai wanita itu sadar jika suatu saat sakit atau sudah
berumur tidak ada yang menemani sampai meninggal. Pada umumnya Wanita
yang menjanda karena tergoda pria lain akan lebih mudah tergoda nafsunya apalagi jika dicerai pada umur 40 tahun kebawah.
Pernikahan adalah hal yang suci
melibatkan keluarga, handai taulan dan tetangga jadi tidak
sepantasnyalah jika seorang isteri meninggalkan suaminya untuk alasan
emosi pribadi dengan meninggalkan perasaan kebahagiaan keluarganya
sendiri atau keluarga pasangannya.
Atas kehendak Allah, rezeki yang lebih
bisa diberikan pada isteri bukan pada suami, jadi janganlah menjadi
tinggi hati jika suatu saat rezki isteri melebihi suami, merasa lebih
bermanfaat dari suami, merasa bisa hidup sendiri dan dapat mengatasi
sendiri segala hal, tidak mau diatur sehingga tidak patuh kepada suami.
Inilah tanda-tanda kehancuran suatu kapal pernikahan karena ada 2
nahkoda yang mengendalikan kapal dengan arah berlawanan. Kapal
Pernikahan akan bisa selamat sampai tujuan (surga dunia akhirat) jika
hanya punya satu arah yang disepakati dan diusahakan bersama.
Bagaimanapun juga tujuan hidup akan lebih mudah dicapai jika ada
keharmonisan sejati yang hanya dapatdicapai dalam suatu keluarga yang
lengkap ada suami. Harta yang dibanggakan dan dikumpulkan bisa hilang
dalam sekejab (kebakaran, tsunami dll) tapi mempunyai suami atau isteri
yang sholeh adalah harta tidak ternilai yang tidak akan hilang kecuali
mati. Oleh karena itulah peran isteri terhadap suami sangat besar dalam
mengarungi samudera kehidupan agar tujuan akhir bahagia dunia akhirat
dapat segera tercapai sehingga Allah pun akan memberi pahala yang besar
untuk isteri yang taat dan patuh kepada suaminya
Lebih mulia seorang wanita memberi
nasehat atau berbicara dari hati ke hati dengan suami bukan kepada orang
lain jika terjadi ketidakadilan pada dirinya daripada langsung pergi
meninggalkan suaminya . Seorang isteri yang benci terhadap suaminya dan
memang berniat meninggalkan suami supaya di cerai dan kemudian berharap
memperoleh pasangan pengganti atau sudah ada pengganti yang lebih baik
menurut dirinya, jelas sekali wanita itu digoda setan agar wanita ini
melihat lelaki lain lebih menarik dari suaminya sehingga timbul rasa
bosan, cekcok dll dan akhirnya berbuntut pada perceraian.
Allah Subhanahu wata’ala telah
mengingatkan kita agar tidak membenci atau menyukai sesuatu padahal kita
tidak tahu rahasia dibalik itu, dalam Al Baqoroh ayat 216 : “Boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi
(pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”
Pikirkanlah kembali apakah wanita ini
cocok dijadikan pasangan / isteri bagi pria beriman, dan dapat membawa
kebaikan bagi diri sendiri dan keluarga, ikhlaskan saja wanita ini jika
ingin berpisah mungkin jodohnya adalah sesuai dengan apa yang di
firmankan Allah diatas.
Nasehatilah
isterimu dengan sabar dan penuh cinta kasih, minta maaflah kepada isteri
jika menyakiti hati isteri, bagaimanapun juga mutiara yang kotor jika
digosok tiap hari akan menjadi berkilauan. Hasilnya mutiara ini bisa
benar-benar menjadi perhiasan dan surga dunia bagimu.
Ingatlah
isterimu bukanlah Siti Khadijah yang baik, taat dan penuh cinta kasih
pada suaminya, Istrimu adalah wanita jaman sekarang yang butuh bimbingan
untuk menjadi wanita yang solehah.
————————————————————————
NASIHAT ULAMA UNTUK SUAMI DAN ISTERI
(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah)
Al-Imam Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin
Al-Albani rahimahulah, seorang ‘alim rabbani, dalam kitabnya yang
sangat bernilai Adabuz Zifaf fis Sunnatil Muthahharah tidak lupa
memberikan nasihat kepada pasangan suami istri di pengujung kitabnya
tersebut. Sebuah nasihat yang sangat patut kita simak karena bersandar
dengan kitabullah dan Sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam…1
Pertama: Hendaknya
sepasang suami istri taat kepada Allah Azza wajall dan saling menasihati
untuk taat, mengikuti hukum-hukum yang termaktub dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Keduanya jangan mengedepankan selain hukum-hukum Al-Qur’an
dan As-Sunnah karena taklid/membebek atau mengikuti kebiasaan yang ada
di tengah manusia, atau karena mengikuti satu mazhab tertentu. Allah
Subhanahu wata’ala berfirman:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang
beriman dan tidak pula bagi wanita yang beriman, apabila Allah dan
Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, mereka memiliki pilihan yang
lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan
Rasul-Nya maka sungguh ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.”
(Al-Ahzab: 36)
Kedua: Masing-masing
menunaikan kewajiban-kewajiban dan hak-hak terhadap yang lain sesuai
yang Allah k tetapkan atas mereka. Maka, janganlah misalnya si istri
menuntut persamaan dengan lelaki/suaminya dalam segala haknya.
Sebaliknya, janganlah si lelaki/suami merasa tinggi/bersikap melampaui
batas karena apa yang Allah k utamakan kepadanya lebih dari istrinya
dalam hal kepemimpinan, sehingga si suami menzalimi istrinya dan
memukulnya tanpa ada sebab yang dibolehkan. Allah Subhanahu wata’ala
berfirman:
“Dan para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami memiliki satu tingkatan
kelebihan daripada istrinya.” (Al-Baqarah: 228)
“Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi
kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka
(laki-laki) atau sebagian yang lain (wanita). Dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka
wanita yang shalihah adalah yang taat kepada Allah lagi menjaga diri
ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka.
Wanita-wanita yang kalian khawatirkan nusyuz2nya maka nasihatilah mereka
dan tinggalkan mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka.
Kemudian bila mereka menaati kalian, janganlah kalian mencari-cari jalan
untuk menyusahkan mereka3. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha
Besar.” (An-Nisa’: 34)
Mu’awiyah bin Haidah radhiallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallaam:يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا حَقُّ زَوْجَةِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ؟
“Wahai Rasulullah, apakah hak istri salah seorang dari kami terhadap suaminya?”Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallaam menjawab:
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ، وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، وَلاَ تُقَبِّحِ الْوَجْهَ، وَلاَ تَضْرِبْ، [وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ] كَيْفَ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ، إِلاَّ بِمَا حَلَّ عَلَيْهِنَّ
“Engkau beri makan istrimu apabila engkau
makan dan engkau beri pakaian bila engkau berpakaian. Janganlah engkau
menjelekkan wajahnya4, jangan memukul, [dan jangan memboikotnya
(mendiamkannya) kecuali di dalam rumah5]. Bagaimana hal itu kalian
lakukan, sementara sebagian kalian telah bergaul dengan sebagian yang
lain6, terkecuali dengan apa yang dihalalkan atas mereka.”7
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallaam bersabda:الْمُقْسِطُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُوْرٍ عَلَى يَمِيْنِ الرَّحْمَنِ –كِلْتَا يَدَيْهِ يَمِيْنٌ- الَّذِيْنَ يَعْدِلُوْنَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيْهِمْ وََمَا وَلُوْا
“Orang-orang yang adil pada hari kiamat
nanti mereka berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya di atas tangan
kanan Ar-Rahman –dan kedua tangan-Nya kanan–, yaitu mereka yang berlaku
adil dalam hukum mereka, kepada keluarga mereka dan pada apa yang mereka
urusi.”8
Apabila keduanya mengetahui hal ini dan
mengamalkannya, niscaya Allah k akan menghidupkan mereka dengan
kehidupan yang baik dan selama keduanya hidup bersama. Mereka akan
berada dalam ketenangan dan kebahagiaan. Allah Subhanahu wata’ala
berfirman:
“Siapa yang melakukan amal shalih dari
kalangan laki-laki ataupun perempuan dalam keadaan ia beriman, maka Kami
akan menghidupkannya dengan kehidupan yang baik dan Kami akan balas
mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang dulunya mereka
amalkan.” (An-Nahl: 97)
Ketiga: Bagi istri
secara khusus, hendaknya ia menaati suaminya dalam apa yang
diperintahkan kepadanya sebatas kemampuannya. Karena hal ini termasuk
perkara yang dengannya Allah k melebihkan kaum lelaki di atas kaum
wanita sebagaimana Allah k nyatakan dalam dua ayat yang telah disebutkan
di atas:
“Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.”“Dan kaum lelaki memiliki kedudukan satu derajat di atas kaum wanita.” (Al-Baqarah: 228)
Sungguh banyak hadits shahih yang datang memperkuat makna ini dan menjelaskan dengan gamblang apa yang akan diperoleh wanita dari kebaikan ataupun kejelekan bila ia menaati suaminya atau mendurhakainya.
Di sini kita akan sebutkan sebagian
hadits-hadits tersebut, semoga dapat menjadi peringatan bagi para wanita
di zaman kita ini, karena sungguh Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
“Dan tetaplah memberi peringatan karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Adz-Dzariyat: 55)Hadits pertama:
لاَ يِحِلُّ لِامْرَأَةٍ أَنْ تَصُوْمَ -وَفِي رِوَايَةٍ: لاَ تَصُمِ الْمَرْأَةُ- وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ [غَيْرَ رَمَضَانَ] وَلاَ تَأْذَنْ فِي بَيْتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak halal seorang istri puasa (dalam
satu riwayat: Janganlah seorang istri puasa) sementara suaminya ada di
tempat9 kecuali dengan izin suaminya (terkecuali puasa Ramadhan) dan
istri tidak boleh mengizinkan seseorang masuk ke rumah suaminya
terkecuali dengan izin suaminya.”10
Hadits kedua:إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتََهُ إِلَى فِِِرَاشِهِ فَلَمْ تَأْتِهِ، فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ – وَ فِي رِوَايَةٍ: أَوْ حَتَّى تَرْجِعَ- (وَفِي أُخْرَى: حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا)
“Jika seorang suami memanggil istrinya ke
tempat tidurnya11 namun si istri tidak mendatangi suaminya hingga
suaminya bermalam dalam keadaan marah kepadanya, niscaya para malaikat
akan melaknatnya sampai ia berada di pagi hari.”
“Dalam satu riwayat: atau sampai si istri kembali. Dalam riwayat lain: sampai suaminya ridha terhadapnya.”12Hadits ketiga:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا، ولَوْ سَأَلَهَا نَفْسَهَا وَهِيَ عَلىَ قَتَبٍ لَمْ تَمْنَعْهُ [نَفْسَهَا]
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di
tangan-Nya, tidaklah seorang istri dapat menunaikan hak Rabbnya hingga
ia menunaikan hak suaminya. Seandainya suaminya meminta dirinya
(mengajaknya jima’) sementara ia sedang berada di atas qatab13 maka ia
tidak boleh mencegah suaminya dari dirinya.”14
Hadits keempat:لاَ تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهَا مِنَ الْحُوْرِ الْعَيْنِ: لاَ تُؤْذِيْهِ قَاتَلَكِ اللهُ، فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيْلٌ يُوْشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا
“Tidaklah seorang istri menyakiti
suaminya di dunia melainkan berkata istrinya dari bidadari surga,
‘Janganlah engkau sakiti dia, semoga Allah memerangimu, dia di sisimu
hanyalah dakhil15. Hampir-hampir ia berpisah denganmu menuju kepada
kami’.”16
Hadits kelima:
Dari Hushain bin Mihshan z, ia berkata:
Telah menceritakan kepadaku bibiku, ia berkata: Aku pernah datang ke
tempat Rasulullah Shallallahu’alaihi wassallam karena satu keperluan.
Ketika itu Rasulullah Shallallahu’alaihi wassallam bertanya:
أَيْ هَذِهِ، أَذَاتُ بَعْلٍ؟ قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ: كَيْفَ أَنْتِ لَهُ؟ قَالَتْ: مَا آلُوْهُ إِلاَّ مَا عَجِزْتُ عَنْهُ. قَالَ:[فَانْظُرِيْ] أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنارُكِ
“Wahai wanita, apakah engkau punya
suami?” Aku menjawab, “Iya.” “Bagaimana yang engkau perbuat terhadap
suamimu?” tanya Rasulullah lagi. Ia menjawab: “Saya tidak pernah
mengurangi haknya17 kecuali dalam perkara yang saya tidak mampu.”
Rasulullah bersabda: “Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu
dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.”18
Hadits keenam: