Kadek Hendrayadi (25), warga Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, dengan
nada senang menyatakan menjadi guru adalah cita-citanya sejak di bangku
sekolah menengah atas.
Ia pun mengaku tahu berapa gaji guru,
terutama guru honorer, kecil dibandingkan pegawai yang minimal lebih
dari Rp 1,2 juta per bulan.
Ia tetap melamar menjadi guru honorer
SD Negeri 12 Panjer, Kota Denpasar, empat bulan lalu. Ia pun diterima
dengan honor Rp 400.000 per bulan dengan mengajar 50 anak per kelas dan
harus bersedia menggantikan guru lainnya jika berhalangan hadir.
"Saya
punya banyak teman yang tahunan menjadi guru honorer dan belum diterima
jadi pegawai negeri sipil. Tapi, saya tetap senang menjadi guru," kata
Hendrayadi.
Honor yang diterimanya sekarang, lanjutnya, hampir
tak jauh beda dengan temannya sesama guru honorer yang sudah lebih dari
satu tahun. Cukupkah? Hendrayadi yang belum berkeluarga ini pun tegas
berkata tidak cukup. Apalagi, ia jauh dari rumah dan harus indekos di
Denpasar.
Kekurangan itu ia siasati dengan membantu teman gurunya
yang menerima pelajaran tambahan alias les di rumah. Lumayan, satu anak
membayar Rp 30.000 setiap kali les. Ia pun mampu mengajar untuk lima
anak.
Sementara guru honorer di SDN 9 Padangsambian, Kota
Denpasar, menerima lebih tinggi sekitar Rp 200.000 dari honor
Hendrayadi. Kepala SDN 9 Padangsambian Nyoman Sukarja (47) menjelaskan,
honor guru honorer sebanyak lima orang di sekolahnya bervariasi mulai Rp
600.000 hingga Rp 800.000 tiap bulannya.
Sukarja menjelaskan,
pihaknya tidak bisa sembarangan mengangkat guru honorer karena harus
mempertanggungjawabkannya dalam laporan dana bantuan operasional sekolah
(BOS). Padahal, ia mengaku masih kekurangan guru.
Jumlah guru di
sekolah Sukarja tercatat 33 guru pegawai negeri sipil dan lima guru
honorer. Namun, sekolah itu memiliki hampir 300 siswa karena berasal
dari penggabungan empat sekolah sejak 2000 lalu. Jadi, setiap kelas
sekitar 40 anak. "Kami kesusahan menangani jika ada guru yang pensiun
atau cuti melahirkan, tetapi dana juga terbatas," jelas Sukarja.
Guru
honorer di Kota Denpasar sepertinya memiliki nasib lebih baik ketimbang
rekan-rekannya di delapan kabupaten lain di Pulau Dewata. Guru honorer
di SDN 2 Batungsel, Kabupaten Tabanan, hanya menerima Rp 175.000 per
bulan dengan mengajar 17 anak per kelas.
Kepala SDN 2 Batungsel
Made Winra (54) hanya bisa menghela napas saat disinggung soal guru
honorer di sekolahnya. Ia menjelaskan, hanya memiliki empat guru pegawai
negeri sipil. Karena itu, ia beranikan untuk menerima guru honorer
meski terpaksa dengan honor yang sangat minim.
"Tidak tega,
tetapi kami hanya memiliki dana BOS yang bisa dibagi 20 persennya untuk
guru honorer, ya , kecil. Kami tak berani mencari tambahan dana lagi.
Takut salah," kata Winra.
Winra menambahkan, ada guru honorer di
sekolahnya yang sudah mengabdi lebih dari lima tahun, tetapi selalu
gagal menjadi PNS. Ia pun heran mengapa begitu sulitnya nasib guru
honorer. Winra maupun Sukarja sama-sama kekurangan tenaga pengajar SD.
Padahal, siswa terus saja bertambah. Soal kualitas pun, mereka tak
berani sembarangan.
"Kami ingin menambah guru honorer, tapi tak berani. Padahal, pelamarnya banyak," ujar Sukarja.
Guru
PNS di Pulau Dewata terdata sebanyak 53.538 orang dan hampir lebih dari
separuhnya adalah guru sekolah dasar. Namun, Kepala Dinas Pendidikan,
Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali Sujaya mengaku tak memiliki data
berapa banyak guru honorer di Bali karena memang belum mendata.
Sumber: kompas.com